Jum’an 17 Mei 2013, aku ingin mengirimkan Handphone secondhand ke
seorang teman di Surabaya. Setelah milih memilih dan kepo, ada sebuah jasa
pengiriman barang (sebut saja TIKIndo) yang mendapat rekomendasi dari beberapa
teman. Setelah itu aku survey harga dibeberapa jasa pengiriman. Alhasil sama,
TIKIndo-lah yang paling murah dan cepat. Sore itu, aku sedang terburu-buru.
Segeralah aku menyampaikan maksudku. Lalu si Mas-nya memberikan sederet
persyaratan…WHATTT?!
Banyak sekali persyaratan. Salah satunya kurang lebih : Handphone
harus handphone baru. Dan pelayan
akan mengecek dan membuka barang di depan
sang pengirim barang untuk memastikan barang benar-benar baru. Apa yang
sedang kamu fikirkan? Barang baru masih dalam segel harus dibuka?! Lhah
bagaimana ini?! Dimana letak menghargai privacy
orang lain?
Usut diusut, lapor, lapor, lapor, akhirnya Handphone second pun akhirnya diperbolehkan dikirim dengan syarat :
penyedia jasa bebas risiko, barang harus di bungkus menggunakan kayu, dan
menggunakan paket cepat (yang disana disebut paket PAS) yang harganya lebih
mahal daripada paket regular. Barang dijanjikan akan sampai pada tujuan pada
hari senin. Karena ini adalah barang urgent
- bagiku - akhirnya aku menyetujui persyaratan dan aku
bayar sesuai dengan apa yang diminta jasa tersebut. Tetapi aku mengganti
tujuanku, menjadi ke Semarang karena ku pikir dengan jarak yang lebih dekat
maka harga juaga sedikit lebih murah. Rp 83.000,- ku bayarkan untuk Handphone yang dikirim ke Semarang itu.
Keesokan harinya, 18 Mei 2013, pihak menyedia jasa tersebut
menghubungiku kembali dan mengatakan : Barang yang kukirim, baru akan dikirim hari senin. Kalau mau
dikirim hari ini, bisa. Tetapi tidak menggunakan bungkus kayu. Dan dikenakan biaya tambahan untuk
pembungkusan kembali. Lalu penjelasan dari Mas tersebut diakhiri dengan kata tanya,
yang seolah tidak memiliki kesalahan, “Gimana?”
Mereka menyatakan sanggup, lalu terjadilah trading. Kemudian setelah mengalami masalah (atau apalah) mereka
menyatakan tidak bisa. Tentu saja kesalahan ada pada penyedia layanan. Yang aku
permasalahkan, mengapa harus aku pula yang menanggung risikonya, dengan
membayar sejumlah uang lagi untuk biaya pembungkusan ulang. Seharusnya
merekalah yang memberikan opsi lain sebagai ganti ketidaksanggupannya
mengirimkan barang sesuai dengan kesepatakan satu hari yang lalu. Ini bukan
tidak memuaskan, namun sudah dalam kategori mengecewakan bagiku. Sama sekali tidak professional.
Waah…tidak bisa. Sebagai pengguna jasa yang tidak mau ditipu, tentu
saja menolak. Emosi sempat membeludak saat itu. Bla…bla..bla..bla…aku katakana padanya.
Hingga akhirnya pelayan itu mengatakan : “Mohon maaf jika pelayanan kami tidak
memuaskan, akan kami usahakan agar barang dapat dikirim hari ini dan sampai
pada tujuan hari Senin, Mbak.”
Aku diam saja. Lalu perbincangan kami selesai.
Apa sih yang diinginkan seseorang yang ingin mengirimkan barang?
Sampai dengan aman, cepat, dan (murah),
bukan?
Lalu jika yang satu ini persyaratan sangat ribet, mahal, dan lama
(padahal menggunakan paket paling cepat), apa menariknya? Persaingan bisnis
jasa pengantar barang semakin banyak, tetapi sayang sekali jika pelayanannya
tidak bisa ditingkatkan.
Lalu aku membayangkan pelayanan pengiriman barang di Amerika yang
mempekerjakan orang-orang yang hobi bersepeda. Pengantar barang mendapatkan
tugas dari kantor untuk mengantarkan barang di suatu tempat. Lalu dia akan
mengantarkan barang tersebut tanpa mengotak-atik barang tersebut. Bahkan nama
pengirim barang dan penerima barang itu pun sangat dijaga keamanan dan
kerahasiaannya. Pesepeda itu mengantarkan barang hanya dalam 1 hari. Pelayanan
yang sangat luar biasa.
Anita Riadcliffe’s Wish…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar