Selasa, 18 September 2012

Temu Nasional Kewirausahaan Sosial


Saya ingin berbagi pengalaman ketika saya mengikuti acara Temu Nasional Kewirausahaan Sosial 2012 yang di selenggarakan di Semarang. Acara yang berlangsung dari tanggal 8 – 10 September 2012 tersebut diikuti oleh anggota AKSI (Asosiasi Kewirausahaan Sosial Indonesia), mahasiswa, dan tamu undangan lainnya.

Acara Temu Nasional Kewirausahaan Sosial dilaksanakan di Rumah Belajar Jaringan Rumah Usaha di Semarang pada tanggal 8 September 2012 sebagai acara jamuan makan malam dan sambutan selamat datang dari panitia Semarang.  Para panitia itu adalah rekan-rekan dari Jaringan Rumah Usaha. Meskipun tamu-tamu yang diundang belum semuanya hadir pada malam itu, namun suasana begitu terasa akrab. Kami membaur satu sama lain. Acara dilanjutkan dengan jagongan dan sambung rasa. Semua tamu yang hadir memperkenalkan diri satu per satu. Kami berbagi cerita mengenai kegiatan kewirausahaan sosial masing-masing.
Saya begitu terkejut, rupanya para tamu yang hadir dalam acara itu bukan hanya terdiri dari pengusaha senior saja, tapi juga ada mahasiswa, bahkan seorang anak yang usianya kurang lebih sepuluh tahun. Anak kecil itu bernama Elan. Ia sering menyebut dirinya sebagai anak professional.  Hal itu karena sejak kecil ia tidak mau bersekolah dan lebih suka belajar tanpa adanya ruang dan batasan, “Sejak kecil saya malas berangkat sekolah, saya lebih suka belajar dengan Ibu dan Bapak.” Ujar Elan.
Meskipun tidak mengenyam pendidikan secara formal, si Anak yang bermimpi menjadi ahli robot  tersebut memiliki kemauan besar untuk belajar.  Ia belajar secara informal dengan ibunya – ibu Septi Peni Wulandari - yang juga ia sebut dengan panggilan Ibu Profesional dan ahli robot lainnya. Sekarang Elan mempunyai berbagai macam bentuk robot karyanya sendiri yang dibuat dari bahan daur ulang.
Kisah unik dari Elan telah memberikan pelajaran berharga buat saya. Saat ini banyak anak-anak yang  bersekolah dan melanjutkan di bangku kuliah hanya untuk mencari gelar atau ijazah sarjana saja. Namun, dari si Anak Profesional ini, saya belajar bahwa sekolah bukanlah jaminan untuk sukses, juga bukan satu-satunya sarana untuk belajar. Melainkan kita bisa belajar dimana saja, kapan saja, dan dengan cara bagaimanapun juga.




Tanggal 9 Sepetember
Pada tanggal 9 acara dilaksanakan di Ballroom Astoria hotel Dafam Semarang. Pada acara Temu Nasional Kewirausahaan Sosial ini ada dua diskusi, yaitu yang pertama adalah diskusi Paralel yang terbagi menjadi 5 topik dengan moderator yang berbeda disetiap topiknya dan yang kedua adalah diskusi Panel.
Diskusi parallel ini ditujukan untuk menjaring berbagai ide dan pengalaman menjadi satu pikiran bersama dari segenap anggota Asosiasi Kewirausahaan Sosial Indonesia (AKSI) dan juga dari peserta lainnya yang turut hadir, atas berbagai persoalan sosial yang ada di Indonesia. Kontributor pada diskusi ini ada Cahyo Suryanto (Pusdakota Surabaya), Sugeng Siswoyudono (Program 1000 Kaki Palsu Gratis), Ahmad Juwaini (Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa), Toto Sugito (Bike 2 Work Community), dan juga Rhenald Kasali selaku ketua AKSI dan pendiri Rumah Perubahan.
Dalam acara tersebut, Rhenald Kasali mengemukakan bahwa Jawara adalah orang-orang yang mau mengurusi masa depan. “Perbedaan seorang jawara dengan pecundang adalah seorang Jawara akan mencari opportunity, sedangkan pecundang hanya mencari-cari alasan.” Ujar Rhenald, yang juga dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI).
 Dalam kesempatan tersebut, Rhenald juga mengkritisi mengenai kurikulum pendidikan di Indonesia. “Di Indonesia ini kurang tepat jika mengubah-ubah kurikulum, kita juga perlu mengubah paradigma manusianya. Banyak orang-orang hanya mengukur tingkat kecerdasan dari sebuah angka – nilai – bukanlah sebuah  impact  dari apa yang sudah dipelajari oleh si pelajar. Banyak anak-anak yang cerdas yang tidak tertampung atau mendapat fasilitas sekolah karena keterbatasan ekonomi. “
Rhenald menambahkan, “Pendidikan kita itu tidak membentuk kita menjadi human driver, namun membentuk kita menjadi human passenger, hanya menumpang. Tidak mengendalikan. Harusnya mampu mengendalikan.”

Seperti yang dikemukakan oleh Rhenald Kasali bahwa kaya bukanlah tujuan utama seorang wirausaha sosial. Tidak hanya fokus pada keuntungan semata, namun juga bisnis memberikan dampak yang bermanfaat bagi pemberdayaan manyarakat.
Acara selanjutnya diadakan diskusi panel yang dilaksanakan dalam Forum Wedangan dengan mengangkat tema “Menjalin Persaudaraan Membangun Mental Jawara”. Pada forum kali ini, tamu diajak untuk mengkaji kembali peranan penting karakter, kepemimpinan, dan networking dalam membangun mental jawara. Pada forum tersebut, selain Rhenald Kasali juga dihadiri pendiri AKSI Sandiaga S Uno, Ketua Umum Kadin Jateng Kukrit Suryo Wicaksono, Haji Idin pendiri Komunitas Sangga Buana, dan budayawan Prie GS.
Dalam Forum tersebut, Kukrit Suryo Wicaksono dan Prie GS pun menyampaikan bahwa dibutuhkan mental jawara untuk menghadapi kegagalan-kegagalan yang mungkin terjadi dan mampu melewatinya tanpa putus asa dan modal utama mencapai kesuksesan adalah menjalin networking yang seluas-luasnya. Bapak Sandiaga S. Uno menambahkan bahwa ada empat cara kerja yang seharusnya dilakukan seorang wirausaha sosial, yaitu kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas, dan kerja ikhlas.
Diakhir acara, para para tamu saling membaur, berbincang-bincang, saling kenalan, jagongan hingga acara selesai. Dalam acara tersebut, ada point penting yang menjadi tujuan utama bagi saya, yaitu memperluas networking, mencari teman, dan mendapatkan banyak cerita mengenai pengalaman berwirausaha sosial yang mampu meningkatkan semangat saya. Meskipun saya masih dalam proses belajar dan belum memiliki usaha yang pasti namun saya yakin, dengan mengikuti acara-acara seperti itu adalah langkah awal yang baik untuk saya.

Pada tanggal 10 September 2012 acaranya adalah kunjungan ke SLB Negeri Semarang dan berkunjung ke Jaringan Rumah Usaha. Namun sayangnya saya tidak bisa mengikuti acra tersebut. Saya harus kembali ke dunia saya, kuliah dan melanjutkan mimpi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar