Jalan-jalan Men! Edisi : Pangandaran dan Green Canyon
22 Desember,
Menyusuri Green Canyon
Fandi melihat
rombongan tim SAR di jalur bawah. Dia langsung berteriak memanggil TIM SAR.
Saat itu rasanya aku sudah aman dan tidak jauh lagi pasti sudah sampai ke
tempat tujuan kami. Ah…Syukurlah…
Terjebak di
sebuah batu dalam arus sungai yang sangat kuat. Coba bayangkan apa yang kamu
lakukan saat kamu pada posisi ini. Trade
off jika dilanjutkan menyusuri sungai atau kembali mundur tapi bergerak
melawan arus. Jika mengikuti arus, di depan sana ada banyak batu besar dan
turunan yang membuat arus semakin kuat, bahayanya adalah badan akan terhantam
batu-batu tersebut. Jika mundur untuk melawan arus, tentunya dibutuhkan tenaga
yang sangat ekstra untuk merangkak, memanjat dinding tebing sambil melawan
arus.
Kami hanya
bertiga dan 1 guide bersama kami. Namanya Mas Jo. Mas Jo mencari dan memastikan
jalur aman sebelum kami lewat. Namun kata beliau. “Kita nggak bias lewat mbak.
Harus pakai tali kalau mau melanjutkan jalan. Finish kira-kira 100 meter di
depan. Tapi arus yang didepan kita ini sangat kuat. Saya khawatir kalau kita
lewat tanpa tali.”
So, keputusannya
kami menunggu rombongan yang ada di belakang untuk meminjam tali guide lain.
Kami menunggu kira-kira 15 menit. Aku, Aviola, dan Fandi asik bercerita dan
sedikit curhat, tak sadar ada bahaya yang sedang mengancam keselamatan kami
bertiga. Mungkin bias dikatakan berempat, termasuk guide kami.
Ngerumpi sambil
mengamati air yang menghujam sebuah batu, akhirnya aku menyadari betapa
derasnya air yang mengalir di sungai. Batu yang tadinya tingginya Kira-kira 1
meter, kini samar-samar tak terlihat karena tertutup arus sungai. That’s mean
kuantitas air meningkat, volume air bertambah hingga ketinggian 1 meter dari
yang sebelumnya. Hanya dalam waktu 15 menit – 30 menit saja air sudah menjadi
keruh dan berubah warna menjadi coklat gelap.
Jujur saja kami
sedikit panik dengan keadaan itu, terutama aku. Kakiku terbentur batu saat body
rafting kira-kira 1.5 jam sebelum kami terjebak di batu ini. Kaki dan tanganku
terhantam batu karena tidak tepat timing meluncur saat arus, hingga akhirnya sekujur
tubuh bagian kananku terhantam batu. Bayangin saja, dalam kuat arus, aku tak bisa
memberikan tolakan pada batu itu, hingga akhirnya memberikan memar biru
keungu-unguan pada paha atas dan siku kananku. Badan sebelah kananku mati rasa
dan tak bisa digerakkan sama sekali setelah terhantam batu itu. Sakit bukan
main, Tuhan!
Karena air
semakin deras, akhirnya Mas Jo memutuskan untuk memanjat tebing sisi sebelah
kanan sungai. Karena kedua jalan antara mengikuti arus atau melawan arus
bukanlah sebuah pilihan yang tepat. Sekitar 5 sampai 10 meter kami merambati
dinding tebing sisi kanan, bergelantung pada akar-akar yang menjuntai kebawah,
dan menggenggam erat batuan padas yang kuat. Disini aku merasakan nyawaku
benar-benar terancam. Bagaimana tidak, jika peganganku lepas dan aku jatuh ke
air, arus sungai yang kuat akan menyeretku hingga entah kemana, menghantam
tubuhku hingga hancur, dan mungkin tak bernyawa. Hampir saja, Avi jatuh ke air,
pegangannya lepas, badannya kedinginan dan tidak seimbang. Syukurlah aku mampu
memegangi tangan dan Mas Jo sigap menarik pelampungnya. Kami terik Avi bersama,
hingga dia kembali bisa meraih pegangannya di batu padas keras.
Pelan-pelan kami
akhirnya menemukan dinding yang layak dan lumayan untuk dipanjat. Merangkak ke
atas dan memanjat batuan-batuan keras, dengan rintik hujan yang membasahi batu-batuan
yang berlumut, membuat keadaan dan jalur semakin licin dan parah.
Ketinggian
tebing atau tinggi dinding sungai hingga tempat yang layak untuk dikatakan
sebuah “dataran” itu kira-kira 15 meter. Setelah sampai disana, kami menyusuri
hutan-hutan sepanjang pinggiran sungai, berharap kami bias menemukan jalan
hingga sampai ke tempat yang disebut “pelabuhan”, tempat berkumpulnya
peraru-perahu wisata untuk mengangkut para tamu body rafting di Green Canyon
ini.
Baru pertama
kali ini, dalam kehidupanku, beradventure ria, panjat tebing tanpa menggunakan
alat, tali, dan peralatan apapun. Bahkan mungkin ini adalah ha yang
sangat-angat-sangat luar biasa untuk Aviola yang bulanlah cewek yang terbiasa
dengan hal-hal ekstrem seperti ini. Dan syukurlah untuk temanku, Fandi, dia
sangat berjuang keras dan terus memberikan semangat kepada kami. Dan yang
paling heboh dan btidak akan terlupakan adalah saat-saat aku mencoba cliff jumping dengan ketinggian
kira-kira 6 meter. Tak puas dengan itu, kami pun mencoba melompat dari batu
yang tingginya kira-kira 8 – 9 meter. Rasanya luar biasaaaaaaa sekaliiiii
brooo…. Nggak bias dibayangin kalau nanti bulan Januari aku dan Avi akan
mencoba cliff jumping di Bali dengan
ketinggian 15 meter. Wow… Dan pasti hari ini adalah hari ulang tahun paling
menyenangkan, the best birthday ever buat dia.
Fandi melihat
rombongan tim SAR di jalur bawah. Dia langsung berteriak memanggil TIM SAR.
Saat itu rasanya aku sudah aman dan tidak jauh lagi pasti sudah sampai ke
tempat tujuan kami. Pelabuhan. Ah…Syukurlah…
“Syukurlah...Kalian
selamat. Kami melihat 3 helm berwarna hijau hanyut terbawa arus, satu diantara
pecah. Itu yang membuat kami khawatir. Kami kira rombongan kalian yang celaka.”
Kata seseorang dari SAR, lega melihat kami berempat selamat. Sambil terus
melanjutkan menyusuri hutan-hutan kira-kira 20-30 menit, akhirnya kami sampai
di Pelabuhan. Huaa….rasanya lapaaaarr sekali. Lelah dan kedinginan membuat luka
tidak terasa parah, namun perut lapar menjadi yang utama untuk segera diobati.
:D
Makan gorengan
dan minum bersama tim SAR dan pemandu membuat suasana menjadi hangat dan
semakin seru, sebelum kami kembali meunuju ke Green Canyon start point
menggunakan kapal. Untuk menuju ke start point Green Canyon kira-kira
membutukan waktu kira-kira 15 menit menggunakan kapal.
Liburan kali
ini, adalah liburan yang sangat-sangat menyenangkan dan pengalaman yang tidak
akan terlupakan. Paling tidak kami pernah merasakan bagaimana rasanya
diselamatkan oleh tim SAR. Haha…
Sebenarnya kami
berharap “Green Canyon” tetaplah menjadi Green dari start point rafting hingga
finish. Namun ternyata, ketika “green” menjadi “Brown” disanalah kami merasakan
tantangan adventure sesungguhnya.
Luar Biasa,
Terimakasih Sang Rindi….
Terimakasih,
Tuhan…:)
Naik pick up ke start point body rafting |
Sebelum body rafting...foto-foto duluuu.... |
Di depan Guha Bau |
Setelah dievakuasi oleh tim SAR |
wah siipp
BalasHapus