Senin, 23 Desember 2013

Rescued by SAR Team

Jalan-jalan Men! Edisi : Pangandaran dan Green Canyon

22 Desember,
Menyusuri Green Canyon



"Pokok e ulang tahunku kudu seneng!" - Aviola 


Fandi melihat rombongan tim SAR di jalur bawah. Dia langsung berteriak memanggil TIM SAR. Saat itu rasanya aku sudah aman dan tidak jauh lagi pasti sudah sampai ke tempat tujuan kami. Ah…Syukurlah…

Terjebak di sebuah batu dalam arus sungai yang sangat kuat. Coba bayangkan apa yang kamu lakukan saat kamu pada posisi ini. Trade off jika dilanjutkan menyusuri sungai atau kembali mundur tapi bergerak melawan arus. Jika mengikuti arus, di depan sana ada banyak batu besar dan turunan yang membuat arus semakin kuat, bahayanya adalah badan akan terhantam batu-batu tersebut. Jika mundur untuk melawan arus, tentunya dibutuhkan tenaga yang sangat ekstra untuk merangkak, memanjat dinding tebing sambil melawan arus.

Tuhan, apa yang harus kami lakukan? 


Kami hanya bertiga dan 1 guide bersama kami. Namanya Mas Jo. Mas Jo mencari dan memastikan jalur aman sebelum kami lewat. Namun kata beliau. “Kita nggak bias lewat mbak. Harus pakai tali kalau mau melanjutkan jalan. Finish kira-kira 100 meter di depan. Tapi arus yang didepan kita ini sangat kuat. Saya khawatir kalau kita lewat tanpa tali.”

So, keputusannya kami menunggu rombongan yang ada di belakang untuk meminjam tali guide lain. Kami menunggu kira-kira 15 menit. Aku, Aviola, dan Fandi asik bercerita dan sedikit curhat, tak sadar ada bahaya yang sedang mengancam keselamatan kami bertiga. Mungkin bias dikatakan berempat, termasuk guide kami.

Ngerumpi sambil mengamati air yang menghujam sebuah batu, akhirnya aku menyadari betapa derasnya air yang mengalir di sungai. Batu yang tadinya tingginya Kira-kira 1 meter, kini samar-samar tak terlihat karena tertutup arus sungai. That’s mean kuantitas air meningkat, volume air bertambah hingga ketinggian 1 meter dari yang sebelumnya. Hanya dalam waktu 15 menit – 30 menit saja air sudah menjadi keruh dan berubah warna menjadi coklat gelap.

Jujur saja kami sedikit panik dengan keadaan itu, terutama aku. Kakiku terbentur batu saat body rafting kira-kira 1.5 jam sebelum kami terjebak di batu ini. Kaki dan tanganku terhantam batu karena tidak tepat timing meluncur saat arus, hingga akhirnya sekujur tubuh bagian kananku terhantam batu. Bayangin saja, dalam kuat arus, aku tak bisa memberikan tolakan pada batu itu, hingga akhirnya memberikan memar biru keungu-unguan pada paha atas dan siku kananku. Badan sebelah kananku mati rasa dan tak bisa digerakkan sama sekali setelah terhantam batu itu. Sakit bukan main, Tuhan!

Karena air semakin deras, akhirnya Mas Jo memutuskan untuk memanjat tebing sisi sebelah kanan sungai. Karena kedua jalan antara mengikuti arus atau melawan arus bukanlah sebuah pilihan yang tepat. Sekitar 5 sampai 10 meter kami merambati dinding tebing sisi kanan, bergelantung pada akar-akar yang menjuntai kebawah, dan menggenggam erat batuan padas yang kuat. Disini aku merasakan nyawaku benar-benar terancam. Bagaimana tidak, jika peganganku lepas dan aku jatuh ke air, arus sungai yang kuat akan menyeretku hingga entah kemana, menghantam tubuhku hingga hancur, dan mungkin tak bernyawa. Hampir saja, Avi jatuh ke air, pegangannya lepas, badannya kedinginan dan tidak seimbang. Syukurlah aku mampu memegangi tangan dan Mas Jo sigap menarik pelampungnya. Kami terik Avi bersama, hingga dia kembali bisa meraih pegangannya di batu padas keras.

Pelan-pelan kami akhirnya menemukan dinding yang layak dan lumayan untuk dipanjat. Merangkak ke atas dan memanjat batuan-batuan keras, dengan rintik hujan yang membasahi batu-batuan yang berlumut, membuat keadaan dan jalur semakin licin dan parah.

Ketinggian tebing atau tinggi dinding sungai hingga tempat yang layak untuk dikatakan sebuah “dataran” itu kira-kira 15 meter. Setelah sampai disana, kami menyusuri hutan-hutan sepanjang pinggiran sungai, berharap kami bias menemukan jalan hingga sampai ke tempat yang disebut “pelabuhan”, tempat berkumpulnya peraru-perahu wisata untuk mengangkut para tamu body rafting di Green Canyon ini.

Baru pertama kali ini, dalam kehidupanku, beradventure ria, panjat tebing tanpa menggunakan alat, tali, dan peralatan apapun. Bahkan mungkin ini adalah ha yang sangat-angat-sangat luar biasa untuk Aviola yang bulanlah cewek yang terbiasa dengan hal-hal ekstrem seperti ini. Dan syukurlah untuk temanku, Fandi, dia sangat berjuang keras dan terus memberikan semangat kepada kami. Dan yang paling heboh dan btidak akan terlupakan adalah saat-saat aku mencoba cliff jumping dengan ketinggian kira-kira 6 meter. Tak puas dengan itu, kami pun mencoba melompat dari batu yang tingginya kira-kira 8 – 9 meter. Rasanya luar biasaaaaaaa sekaliiiii brooo…. Nggak bias dibayangin kalau nanti bulan Januari aku dan Avi akan mencoba cliff jumping di Bali dengan ketinggian 15 meter. Wow… Dan pasti hari ini adalah hari ulang tahun paling menyenangkan, the best birthday ever buat dia.

Fandi melihat rombongan tim SAR di jalur bawah. Dia langsung berteriak memanggil TIM SAR. Saat itu rasanya aku sudah aman dan tidak jauh lagi pasti sudah sampai ke tempat tujuan kami. Pelabuhan. Ah…Syukurlah…

“Syukurlah...Kalian selamat. Kami melihat 3 helm berwarna hijau hanyut terbawa arus, satu diantara pecah. Itu yang membuat kami khawatir. Kami kira rombongan kalian yang celaka.” Kata seseorang dari SAR, lega melihat kami berempat selamat. Sambil terus melanjutkan menyusuri hutan-hutan kira-kira 20-30 menit, akhirnya kami sampai di Pelabuhan. Huaa….rasanya lapaaaarr sekali. Lelah dan kedinginan membuat luka tidak terasa parah, namun perut lapar menjadi yang utama untuk segera diobati. :D

Makan gorengan dan minum bersama tim SAR dan pemandu membuat suasana menjadi hangat dan semakin seru, sebelum kami kembali meunuju ke Green Canyon start point menggunakan kapal. Untuk menuju ke start point Green Canyon kira-kira membutukan waktu kira-kira 15 menit menggunakan kapal.

Liburan kali ini, adalah liburan yang sangat-sangat menyenangkan dan pengalaman yang tidak akan terlupakan. Paling tidak kami pernah merasakan bagaimana rasanya diselamatkan oleh tim SAR. Haha…

Sebenarnya kami berharap “Green Canyon” tetaplah menjadi Green dari start point rafting hingga finish. Namun ternyata, ketika “green” menjadi “Brown” disanalah kami merasakan tantangan adventure sesungguhnya.

Luar Biasa, Terimakasih Sang Rindi….

Terimakasih, Tuhan…:)

Naik pick up ke start point body rafting


Sebelum body rafting...foto-foto duluuu....



Di depan Guha Bau 



Setelah dievakuasi oleh tim SAR


1 komentar: